SILOGISME
Berasal
dari bahasa yunani syllogismos (penggabungan, penalaran), dari syn (dengan,
bersama) dan logizhestai (menggabungkan, menyimpulkan dengan penalaran). [1]
Beberapa
pengertian :
1.
Cara berargumen deduktif absah manapun
yang mempunyai dua premis dan satu
kesimpulan. Premis-premis demikian terkait dengan kesimpulan yang terkadung
dalam premis-premis; konklusi harus menyusul.
2.
Suatu bentuk penalaran yang memungkinkan
dengan adanya dua kalimat atau proposisi-proposisi ketiga disimpulkan secara
niscaya darinya.[2]
Pokok
penting dalam silogisme :
1.
SILOGISME KATEGORIS
Silogisme
kategoris adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan proposisi
kategoris. Demi lahirnya konklusi maka pangkal umum tempat kita berpijak harus
merupakan proposisi universal. Sedangkan pangkalan khusus tidak berarti bahwa
proposisinya harus partikular atau singular, tetapi juga bisa proposisi
universal.[3]
Contoh:
(Premis Mayor) -Semua
Mahasiswa MD pintar
M
P
(Premis Minor) -Ismail
adalah Mahasiswa MD
S M
(Konklusi) -Ismail
Pintar
S P
Keterangan:
M = middle term
P = prediket
S = subjek
Dari
contoh diatas dapat kita simpulkan bahwa silogisme terdiri dari tiga
pernyataan. Dua pernyataan pertama yang disebut premis dan satu kesimpulan yang
disebut konklusi.[4] Simbol/kode
yang dibawah kalimat sebagai pembantu dalam menemukan kesimpulan. Langkah
pertama tandailah lebih dahulu term-term yang sama pada kedua premis, dengan
memberi garis bawah kemudian kita tuliskan huruf M. Term lain pada premis mayor
pastilah P dan pada premis minor tentu S. Kemudian tulislah konklusinya dengan
menulis secara lengkap term S dan P nya. Untuk menentukan mana premis mayor
tidaklah sukar karena ia boleh dikatakan selalu disebut pada awal bangunan
silogisme. Term penengah (middle term) tidak boleh kita sebut atau kita tulis
dalam konklusi. Begitulah dasar dalam memperoleh konklusi. Namun demikian kita
perlu memperhatikan patokan-patokan lain agar didapat kesimpulan yang absah dan
benar.[5]
Hukum-hukum
silogisme kategoris[6] :
1.
Apabila dalam suatu premis partikular,
kesimpulan harus partikular juga.
2.
Apabila salah satu premis negatif,
kesimpulan harus negatif juga.
3.
Dari sama-sama partikular tidak sah
diambil kesimpulan.
4.
Dari dua premis yang sama-sama negatif,
tidak menghasilkan kesimpulan apapun, karena tidak ada mata rantai yang
menghubungkan kedua proposisi premisnya.
5.
Paling tidak salah satu dari perm
penengah harus tertebar(mencakup). Dari dua premis yang term penengahnya tidak
tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah.
6.
Term-prediket dalam kesimpulan harus
konsisten dengan term prediket yang ada pada premisnya. Bila tidak menjadi
salah.
7.
Term penengah harus bermakna sama, baik
dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda
menjadi lain.
8.
Silogisme harus terdiri dari tiga term,
yaitu term subyek, term prediket dam term middle.
2.
SILOGISME HIPOTETIK
Silogisme
hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik,
sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik yang menetapkan atau
mengingkari term antecedent atau term konsekuen premis mayornya.[7]
Contoh:
-
Jika Ismail nangis, Solikin senang
-
Ismail nangis
-
Jadi Solikin senang
Ada
4 macam silogisme hipotetik :
1.
Silogisme hipotetik yang premis minornya
mengakui antecedent.
2.
Silogisme hipotetik yang premis minornya
mengakui antecedent.
3.
Silogisme hipotetik yang premis minornya
mengingkari antecedent.
4.
Silogisme hipotetik yang premis minornya
mengingkari bagian konsekuennya.[8]
Hukum-hukum
silogisme hipotetik:
1.
Bila A terlaksana maka B juga
terlaksana.
2.
Bila A tidak terlaksana maka B tidak
terlaksana.(tidak sah=salah).
3.
Bila B terlaksana, maka A
terlaksana.(tidak sah=salah).
4.
Bila B tidak terlaksana, maka A tidak
terlaksana.[9]
3.
SILOGISME DISYUNGTIF
Silogisme
disyungtif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disyungtif sedangkan
premis minornya keputusan kategorika yang mengakui atau mengingkari salah satu
alternatif yang disebut oleh premis mayor.[10]
Silogisme
disyungtif ada dua macam, yaitu silogisme disyungtif dalam arti sempit dan silogisme
disyungtif dalam arti luas.
a.
Silogisme Disyungtif Arti Sempit
Silogisme
disyungtif yang mayornya mempunyai alternatif kontradiktif.
Contoh
:
-
Ismail lulus atau tidak lulus
-
Ismail lulus
-
Jadi Ismail bukan tidak lulus
b.
Silogisme Disyungtif Arti Luas
Silogisme
disyungtif yang mayornya mempunyai alternatif bukan kontradiktif.
Contoh
:
-
Ismail di Kampus atau di Kos
-
Ternyata tidak di Kampus
-
Jadi di Kos
Hukum-hukum
silogisme Disyungtif:
a.
Silogisme disyungtif dalam arti sempit,
konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.
b.
Silogisme disyungtif dalam arti luas,
kebenaran konklusinya sebagai berikut:
1. Bila
premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah (benar).
2. Bila
premis minor mengingkari salah satu alternatif, konklusinya tidak sah(salah).[11]
4.
DILEMA
Dilema
adalah argumentasi, bentuknya merupakan campuran antara silogisme hipotetik dan
silogisme disyungtif. Hal ini terjadi karena premis mayornya terdiri dari dua
proposisi hipotetik dan premis minornya satu proposisi disyungtif. Konklusinya,
berupa proposisi disyungtif, tetapi bisa proposisi kategorika. Dalam dilema,
terkandung konsekuensi yang kedua kemungkinannya sama berat. Adapun konklusi
yang diambil selalu tidak menyenangkan. Dalam debat, dilema dipergunakan
sebagai alat pemojok, sehingga alternatif apapun yang dipilih, lawan bicara
selalu dalam situasi tidak menyenangkan.[12]
Contoh:
Jika Ismail jujur Solikin akan
membencinya. Jika Ismail tidak jujur Rahmat akan membencinya. Sedangkan Ismail
harus bersikap jujur atau tidak jujur. Berbuat jujur ataupun tidak jujur Ismail
akan tetap dibenci.
Cara
mengatasi dilema[13]:
1.
Dengan meneliti kausalitas premis mayor.
2.
Dengan meneliti alternatif yang
dikemukakan.
3.
Dengan kontra dilema.
4.
Dengan memilih alternatif yang paling
ringan.
[1]
Bagus lorens, kamus filsafat, (Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 999
[2]
ibid hal. 1000
[3]
Mundiri, Logika,( Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2006) hal. 100
[4]
Bagus Lorens, Loc.Cit
[5]
Mundiri, Op.cit hal 102
[6] Ibid
[7]
ibid, hal. 129
[8]
Ibid, hal 130
[9]
Ibid, hal. 131
[10]
Ibid, hal. 134
[11]
Ibid, hal. 136
[12]
Ibid, hal. 138
[13]
Ibid, hal. 140
Tidak ada komentar:
Posting Komentar